Iman kepada Malaikat

Iman kepada Malaikat

Iman kepada Malaikat

Allah swt menciptakan malaikat dari nur (cahaya). Malaikat diciptakan jauh sebelum Nabi Adam a.s. diciptakan oleh Allah swt. Malaikat diciptakan banyak sekali oleh Allah swt. kepastian jumlahnya hanya Allah yang mengetahuinya.
Para malaikat itu adalah hamba-hamba Allah swt yang dimuliakan karena tugasnya hanya untuk taat dan patuh kepada tugas-tugas yang diperintahkan oleh Allah swt. Karena malaikat tidak memiliki nafsu maka tidak ada keinginan untuk melanggar apa yang menjadi tugasnya.
Pengertian iman kepada malaikat adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah swt. menciptakan makhluk yang paling taat yakni malaikat, yang tidak pernah membantah perintah-Nya.
Nama-nama Malaikat 
  1. Malaikat Jibril, tugasnya adalah menyampaikan wahyu dari Allah swt. kepada para Nabi dan Rasul. Malaikat Jibril sering disebut juga dengan Ruhul Amin atau Ruhul Qudus.
  2. Malaikat Mikail, bertugas menyampaikan dan membagi rezeki kepada seluruh makhluk yang ada dimuka bumi.
  3. Malaikat Israfil, tugasnya meniup sangkakala sebagai pertanda kiamat, maupun saat yaumul ba’as yaitu dibangkitkannya seluruh manusia pada hari kebangkitan.
  4. Malaikat Izrail, tugasnya mencabut nyawa seluruh makhluk apabila ajalnya telah tiba.
  5. Malaikat Raqib, tugasnya mencatat amal perbuatan manusia yang baik.
  6. Malaikat Atid, tugasnya mencatat perbuatan buruk manusia.
  7. Malaikat Munkar, tugasnya menanyai manusia di alam barzakh (alam kubur).
  8. Malaikat Nakir, tugasnya menanyai manusia di alam barzakh (alam kubur).
  9. Malaikat Ridwan, adalah malaikat yang bertugas menjaga dan memelihara surga.
  10. Malaikat Malik, adalah malaikat yang bertugas menjaga neraka.
Sifat-Sifat Malaikat
1. Malaikat selalu taat dan patuh kepada Allah swt. dengan melaksanakan segala perintah yang ditugaskan kepadanya. Q.S. At-Tahrim : 6
6. Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

2. Senantiasa mengucapkan tasbih dan bersujud kepada Allah swt. dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada didunia. Q.S. Al-Anbiya 19 - 20 
19. Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan ti-dak (pula) merasa letih.
20. Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.


3. Tidak memiliki nafsu sehingga malaikat tidak punya keinginan
4. Menolong orang-orang mukmin
5. Diciptakan dari cahaya, bukan laki-laki, bukan perempuan dan bukan pula banci
6. Selalu menyertai dan menjaga manusia. Ar-Ra'du 11
11. Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

AQIDAH AKHLAK

AQIDAH AKHLAK

IMAN KEPADA ALLAH SWT  (ASMAUL HUSNA)

Iman menurut bahasa adalah percaya atau membenarkan. Menurut ilmu tauhid iman adalah kepercayaan yangdiyakini kebenarannya dalam hati, diikrarkan secara lisan dan dipraktekkan/ direalisasikan dalam perbuatan.
Asmaul Husna menurut bahasa artinya nama-nama yang baik. Menurut istilah ilmu tauhid yaitu nama-nama yang baik yang hanya dimiliki oleh Allah SWT, sebagai bukti akan keagungan Allah SWT.
Jadi maksud dari “iman kepada Allah SWT melalui Asmaul Husna” adalah kita meyakini akan adanya Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kesempurnaan-Nya, Rasa percaya/yakin ini dapat di tumbuhkan melalui berbagai cara salah satunya melalui Asmaul Husna.

A. PENJELASAN 10 SIFAT ASMAUL HUSNA
1. AR-RAHMAN ( Maha Pengasih)
ALLAH memiliki nama Ar-Rahman yang artinya maha pemurah atau pengasih karena Allah telah melimpahkan Rahmat-Nya kepad seluruh makhluk yang ada di dunia ini tanpa pandang bulu baik yang beriman, bertqwa, dan yang beramal baik maupun yang berperilaku durhaka, ingkar, dan berperilaku jahat. Mereka tetap diberi rahmat oleh Allah. Demikian juga hewan dan tumbuhan mereka juga diberikan Rizqi oleh Allah, yang merupakan bentuk sifat RAHMAN-Nya Allah.

DALIL NAQLI : SURAT AL-FATIHAH ayat 3
DALIL AQLI : Allah SWT sebagai yang menciptakan makhluk di dunia inipasti memiliki sifat pemurah atau pengasih pada makhluk ciptaan-Nya. Buktinya kita manusia diberikan nikmat hidup walu kita sebagai manusia ada yang ingkar.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Allah bersifat Ar-Rahman ( Maha Pengasih, pemberi kanikmatan yang agung-agung, pengasih dunia ). Penghayatan terhadap nama dan sifat Allah SWT seperti tersebut hendaknya mendorong setiap orang beriman untuk berusaha agar senantiasa bersikap dan berperilaku baik kepada sesama manusia baik yang seagama dan lain agama (tidak pilih-pilih).

2. AR-RAHIM ( Maha Penyayang )

ALLAH SWT memiliki nama Ar-Rahim yang artinya maha penyayang yang selalu dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman secara tetap atau bersifat kekal yang tidak hanya diberikan di dunia saja bahkan sampai kealam kubur serta akhirat.
Dunia ini Allah menetapkan hukuman bagi mereka yang bermaksiat (kafir, musyrik) misalnya hukum rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri. Di akhirat keadilan Allah tidak dapat dipermainkan. Mereka akan mendapatkan balasan atas semua perbuatan di dunia ini.

DALIL NAQLI : Surat Al-Fatihah ayat 1
DALIL AQLI : Allah SWT pasti sayang kepada umat-Nya yang iman dan bertaqwa, sehingga Allah pasati akan memberikan balasan kepada mereka yang taat dan bagi mereka yang tidak taat Allah tidak akan menyayangi mereka karena sifat Ar-Rohim-Nya Allah hanya diberikan kepada mereka yang taat. Buktinya nanti di akhirat kelah hanya yang beriman dan bertaqwa kepada Allah saja yang dapat masuk surga.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Allah bersifat Ar-Rahim (Maha penyayang, pemberi kenikmatan yang pedik-pedik, dan penyayang di akhirat). Di alam di alam akhirat kelak keadilan Allah akan ditegakkan, setiap manusia yang di dunianya betul-betul bertaqwa tentu akan ditempatkan di surge yang penuh dengan berbagai macam kenikmatan. Sedangkan manusia yang ketika didunianya durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa tentu akan ditempatkan di neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. Penghayatannya agar manusia selalu bertaqwa agar tidak durhaka kepada Allah.

3. AL-QUDDUS ( Maha Suci )
Allah bersifat Al-Quddus/Maha Suci karena Allah SWt adalah Dzat yang suci dari segala sekutu, Allah bersifat tunggal. Allah sebagai Pencipta itu pasti suci dari segala sifat kekurangan karena Allah bersifat Maha Sempurna. Dengan demikina apapun yang dilakukan Allah pasti juga suci.
DALIL NAQLI : Al-A’raf ayat 96
DALIL AQLI : Allah sebagai sang pencipta pasti suci dari segala kekurangan, tidak mungkin memiliki sifat yang buruk. Jika sang pencipta memiliki sifat kekurangan maka niscaya dunia akan hancur, seperti jika Tuhan tidak memiliki sifat maha berkata, maka siapa yang akan memberitahu kita akan baik buruknya suatu hal, maka itu mmerupakan hal yang mustahil.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Disini kita dapat meneladani, sebagai manusia kita sebaiknya senantiasa menjaga kesucian diri, akal, perilaku, pakaian dan lingkungan dll dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Agar kita kembalikepada allah dalam keadan suci seperti saat kita dilahirkan kedunia.

4. AS-SALAM ( Maha Sejahtera )
Sifat As-Salam/Maha Sejahtera berada pada nama Allah karena hanya Allah saja yang dapat memberikan kesejahteraan pada makhluknya. Jadi segala kesejahteraan yang ada didunia ini semua bersumber pada Allah SWT.
DALIL NAQLI : Al-Hasyr ayat 23
DALIL AQLI : kita sebagai makhluk pasti menginginkan kesejahteraan dalam hidup ini, kepada siapalagi kita meminta kesejahteraan jika tidak pada Allah SWT ja
di segala kesejahteraan yang ada di dunia ini pasti milik Allah. Bukti bagi orang yang orang berusaha keras pasti akan mendapatkan kesejahteran.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Kita sebagai manusia senantiasa selalu berdoa dan berusaha untuk keselamatan dan kesejahteran. Kita sebagai manusia yang diberi kelebihan harta alangkah baiknya jika menyisihkan untuk saudara kita yang kurang mampu, ini merupakan bentuk aplikasi pengamalan dari Asmaul Husna As-Salam.

5. AL MU’MIN ( Maha Memberi Keamanan atau Terpercaya )
Allah SWT bernama Al-Mu’min yang artinya Yang MAha Memberikan Keamanan atau Yang maha Terpercaya karena dalam mencantumkan wa’dun/janji-janjinya pasti tidak mungkin diingkari, pasti ditepati.
DALIL NAQLI : Al-Hasyr ayat 23
DALIL AQLI : Dalam hidup ini kita pasti menginginkan rasa aman dari bencana alam ataupun dari kejahatan manusia yang ada di dunia ini, dimana lagi kita meminta kecuali kepada Allah atau Allah SWT pasti memiliki sifat maha terpercaya tidak mungkin Allah SWT bersifat khianat.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Kita sebagai seorang muslim hendaknya selalu berusaha menjadi orang yang dipercaya dengan selalu bersifat jujur, tidak berdusta, selalu menjaga amanah, tidak berkhianat. Selain itu kita kita berusaha untuk memberikan rasa aman terhadap sesama, ini merupakan pengaplikasian dari sufat Allah Al-Mu’min

6. Al ADLU ( Maha Adil )
Allah memiliki nama AL ADLU yang berarti maha adil dan sangat sempurna keadilannya, tidak ada zzat lain yang memiliki keadilan yang setara dengan Allah, karena keadilan manusia hanya terbatas dan tidak sempurna, sebab manusia berada pada tempat salah dan lupa.
DALIL NAQLI : An-nahl ayat 90
DALIL AQLI : Allah dalam pengadilanya kelak di akhirat tidak mungkin ada suap menyuap keadilan pasti di tegakkan. Allah SWT tidak mungkin memiliki sifaqt tamak akan harta, karena itu sebuah kekurangan maka itu tudak mungkin dimiliki Allah.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Kita sebagai makhaluk Allah hendaknya selalu bersifat adil terhadap Khaliknya yaitu Allah dan juga sesama serta terhadap makhluk yang lain. Menegakkan kebenaran dan menjauhi perbuatan zalim (aniaya).

7. AL GAFFAR ( Maha Pengampun )
Allah SWT pasti memiliki nama AL GAFFAR yang berarti Maha Pengampun, yang memiliki kebebasa untuk memberikan ampunan kepada makhluknya yang bertaubat. Karena manusia tak mungkin luput dari dosa.
DALIL NAQLI : Sad ayat 66
DALIL AQLI : jika kita sebagai manusia mau bertaubat insaallah pasti diterima karena Allah memiliki sifat Maha Pengampun , jika Allah SWT tidak memiliki nama ini maka niscaya semua orang pasti masuk surge kerena mereka memiliki dosa, tetapi Allah itu Maha Pengampun jadi mustahil Allah tidak bersifat Maha pengampun
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Allah tentu akan memaafkan dosa makhluknya yang telah bertaubatan nashuhah, apalagi kita sebagai mus lim yang beriman harus memiliki rasa saling memaafka satu sama lain. Bagi mu’min yang suka member maaf maka akan bertambah kemuliananya.

8. AL HAKIM ( Maha Bijaksana )
Allah SWT bernama Al-Hakim yang artinya Maha Bijaksana karena tidak munkin ada yang bias melebihi kebijaksanaan-Nya. Buktinya Allah menciptakan Manusia, tumbuhan, hewan pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar.
DALIL NAQLI : Al-Mu’min ayat 115
DALIL AQLI : Allah SWT pasti memiliki sifat ini karena jika Allah tidak bersifat Maha Bijaksana maka itu hal yang mustahil, karena itu merupakan sifat yang kurang tidak mungkin Allah bersifat kurang.
PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Seorang mu’min harus berpikiran tajam, luas dan teliti sehingga terhindar dari segala perilaku yang merugikan.

9. AL MALIK ( Maha Merajai atau Menguasai )
Allah SWT memiliki nama ini karena Allah merupakan Raja dari segala raja yang ada di muka bumi ini, Dia-lah yang mengatur sendiri kerajaan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya sendiri.
DALIL NAQLI : Al-Mu’minun ayat 116
DALIL AQLI : Allah sebagai sang pencipta pasti menguasai segala yang diciptakannya termasuk manusia, Allah mengatur segala takdir bagi manusia sehingga wajib bagi manusia untuk tunduk kepada raja dari segala raja yaitu tidak lain adalah Allah.
PERILAKU YANG DAPAT DI TELADANI : Sebagai manusia yang beriman dalam melaksanakan tugas kepemimpinan hendaknya meneladani sifat Allah ini dan menjadikan sifat wajib rasul dan para khulafaur rasyidin sebagai pedoman dalam melaksana tugas kepemimpinannya. Bagi manusia ini sangat perlu karena semua manusia merupakan khalifah bagi dirinya sendiri dan khalifah di bumi.

10. AL-HASIB ( Maha Menjamin atau Memperhitungakan )
Allah SWT bernama Al-Hasib artinya maha menjamin, memberikan jaminan kecukupan kepada seluruh hamba-Nya. Disini Al Hasib juga dapat diartikan Maha Memperhitungkan. Segala amal manusia yang ada didunia akan dihitung dengan seteliti-telitinya dan seadil-adilnya, karena dalam pengadilan Allah pasti keadilan pasti ditegakkan.
DALIL NAQLI: An-Najm, 53: 39-40
DALIL AQLI : disini Allah SWT sebagai yang menciptakan pasti akan menjamin kebutuhan makhluknya, tapi terkadang terjadi kesalahpahaman, bahwa Allah tidak adil karena kebutuhannya tidak terjamin, disini sesungguhnya Allah telah menjamin hanya saja makhluknya saja yang tidak mau berusaha dalam memperolehnya.

PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI : Kita sebagai mun’min harus senantiasa selalu mengadakan perhitungan terhadap perilaku kita terhadap sesama makhluk (introspreksi diri). Jika pada instroprksi itu ada perilaku yang memberikan manfaat maka hendaknya diteruskan tetapi jika pada introspeksi diri itu ada perilaku yang memberikan kemudhorotan maka hendaknya tidak dilakukan lagi.
KESIMPULAN :
Iman kepada Allah berarti mempercayai atau meyakini bahwa Allah SWT itu Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam semesta dan segala isinya, yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan serta jauh dari segala sifat kekurangan. Keyakinan atau kepercayaan tersebut diyakini dalam hati sanubari, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan amal saleh.

Dalam Asmaul Husna terdapat sifat-sifat Allah yang wajib dipercayai kebenarannya dan dijadikan petunjuk jalan oleh orant yang beriman dalam bersikap dan berperilaku.
Orang yang beriman akan menjadikan sepuluh sifat Allah dalam Asmaul Husna sebagai pedoman hidupnya tentu dia akan berperilaku : adil, pemaaf, bijaksana, menjadi pemimpin yang baik, selalu berintrospeksi diri, berbuat baik dan berkasih sayang, bertakwa, menjaga kesucian, menjaga keselamatan diri, berusaha menjadi orang yang terpercaya, memberikan rasa aman pada oranlain, suka bersedekah dll.
Keikhlasan dalam Beribadah

Keikhlasan dalam Beribadah



 Ikhlas dalam Beribadah
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran. Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.”(Az-Zumar: 2).
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang hamba dalam beramal, agar amalnya diterima oleh Allah, adalah ikhlas. Apa yang dimaksud dengan ikhlas? Bagaimana kita dapat melatih diri kita agar senantiasa ikhlas dalam beramal? Kiranya pertanyaan-pertanyaan ini perlu untuk kita ketahui jawabannya agar amal-amal kita dapat memenuhi syarat untuk diterima oleh Allah. Oleh karena itu marilah kita mencoba mencari jawabannya dari madrasah keikhlasan para tabi’in yang, sebagaimana rasul kita sabdakan, merupakan generasi terbaik setelah shahabat.
Definisi Ikhlas

Ikhlas, sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in yang bernama Al-Junaid, adalah “Rahasia antara Allah dan hamba-Nya, tidak diketahui malaikat sehingga menulisnya, atau setan sehingga merusaknya, dan juga hawa nafsu sehingga mengganggunya.”
Atau sebagaimana dikatakan Ruaim bin Ahmad, “Ikhlas adalah engkau tidak menengok apa yang telah engkau kerjakan.”
Sedangkan, Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ikhlas yaitu memurnikan amalan dari perhatian makhluk, dan menjauhkannya dari perhatian makhluk bahkan dari dirinya sendiri. Barangsiapa menganggap amalannya telah ikhlas, maka keikhlasannya perlu keikhlasan lagi. Dikatakan pula bahwa ikhlas adalah melupakan perhatian makhluk dengan selalu mencari perhatian Sang Khalik.”
Madrasah Tabi’in

Para salafus saleh adalah madrasah keikhlasan. Dari mereka kita bisa belajar dan menempa diri. Berikut akan penulis paparkan beberapa contoh tabi’in menjaga keikhlasannya dalam beramal
A. Ibrahim bin Adham dalam Menjauhi Popularitas

Ibrahim bin Adham pernah berkata, “Tidaklah seorang hamba jujur kepada Allah selama ia masih suka popularitas.”
Ibnul Jauzi berkisah tentang Ibrahim bin Adham, “Ibrahim bin Adham adalah seorang yang terkeal di suatu daerah. Suatu ketika, ada sekelompok orang mencarinya dan ditunjukkan bahwa ia berada di kebun Fulan. Mereka pun berkeliling sambil mencarinya di kebun tersebut sambil berteriak, “Dimanakah Ibrahim bin Adham? Dimanakah Ibrahim bin Adham? Dimanakah Ibrahim bin Adham?” Beliau (Ibrahim bin Adham) pun ikut berkeliling sambil berteriak, “Dimanakah Ibrahim bin Adham?”
Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Ibrahim bin Adham adalah orang yang suka merahasiakan amalnya. Tidak pernah aku melihatnya menampakkan tasbih atau kebaikan sedikit pun.”
B. Abdullah bin Mubarak dalam Menyembunyikan Amal

Abdah bin Sulaiman mengisahkan, “Aku pernah bersama Abdullah bin Mubarak dalam sebuah peperangan di dareah Romawi, dan kami bertemu dengan musuh. Ketika kedua pasukan berhadap-hadapan, keluarlah seseorang dari barisan musuh menantang duel. Maka keluarlah salah seorang dari kami. Dalam beberapa saat saja dia berhasil mengalahkan musuh, menikam, dan membunuhnya. Kemudian keluar lagi satu dari mereka dan dia berhasil membunuhnya. Kemudian datang lagi yang lain dan dia berhasil lagi membunuhnya.
Orang-orang pun berkerumun di sekeliling laki-laki tersebut dan aku termasuk salah seorang dari mereka. Namun, tiba-tiba lelaki tersebut menutupi mukanya dengan lengan bajunya. Maka aku memegang ujung lengan bajunya dan menariknya. Ternyata laki-laki tersebut adalah Abdullah bin Mubarak. Maka ia berkata, ‘Dan engkau, wahai Abu Amru, termasuk orang yang menjelekkaknku’.
Marilah kita renungkan ucapan beliau di atas. Beliau menganggap kalau amalnya dilihat orang adalah suatu kejelekan padahal beliau telah berusaha keras menyembunyikannya.
C. Menyembunyikan Ibadah dengan Menampakkan Aktivitas Lain

Ini adalah cara lain untuk dapat menjaga keikhlasan kita dalam beramal. Yaitu dengan menampakkan aktivitas lain setelah mengerjakan suatu ibadah untuk lebih menyembunyikan amalnya. Abu Tamim bin Malik mengisahkan:
“Adalah Mansur bin Al-Mu’tamir, apabila shalat subuh ia menampakkan kebugaran kepada sahabat-sahabatnya (seakan-akan baru bangun tidur). Ia berbicara dengan mereka dan bolak-balik kepada mereka, padahal semalaman ia bangun untuk mendirikan shalat. Ia lakukan semua itu untuk menyembunyikan apa yang telah ia kerjakan.”
Begitu pula Abu Ayyub as-Sakhtiyani, beliau bangun shalat semalaman kemudian menyembunyikannya. Apabila datang waktu subuh, beliau mengangkat suaranya seakan-akan baru bangun.
Para tabi’in mengajarkan keikhlasan bukan hanya kepada diri mereka sendiri, tetapi juga kepada para pengikut mereka. Sebagai contoh, Raja’ bin Haiwah ketika melihat salah seorang dari muridnya mengantuk setelah subuh, beliau mengingatkannya, ‘Hati-hati, jangan sampai mereka mengira kalau ini karena pengaruh bangun malam’.
Demikianlah beberapa contoh kisah dari tokoh-tokoh tabi’in dalam menyembunyikan amal-amal mereka. Mereka melakukan hal ini tidak lain hanyalah untuk dapat menjaga keikhlasan mereka dalam beramal. Sebagai penutup, ada sebuah nasihat yang ditulis As-Samarqandy dalam bukunya Tanhibul Ghaifilin, “Belajarlah keikhlasan dari penggembala kambing.apabila ia shalat di sekitar kambing-kambingnya, ia tidak mengharapkan pujian dari kambingnya. Begitu pula hendaknya seseorang dalam beramal. Jangan peduli dengan orang-orang yang melihatnya, sehingga selalu beramal ikhlas karena Allah. Baik ketika bersama manusia maupun ketika sendiri, semua sama saja, dan tidak mengharapkan pujian dari manusia.
Sumber: Tarbiyah Ruhiyah Ala Tabi’in karangan Asyraf Hasan Thabal
DEMOKRASI DALAM ISLAM

DEMOKRASI DALAM ISLAM

DEMOKRASI DALAM  ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan Islam, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejarah/demokrasi dalam ajaran islam dan demokrasi secara umum. Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip telah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw., yang dikenal dengan ”musyawarah”. Kata demokrasi memang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena kata demokrasi berasal dari barat atau Eropa yang masuk ke peradaban Islam. Dan sekarang ini, demokrasi ini sudah banyak diterapkan di berbagai lembaga pendidikan.
Akan tetapi, masih banyak juga yang belum menerapkannya dan belum begitu mengerti tentang bagaimana pengertian demokrasi, apa saja prinsip-prinsip demokrasi dan bagaimana penerapan demokrasi yang benar.
Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba membahas tentang masalah demokrasi ini, meliputi pengertian demokrasi itu sendiri dan hal lain yang berkaitan dengan demokrasi.
Berlatar belakang dengan masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Demokrasi Dalam Pendidikan Islam.
  
B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1.    Apa pengertian demokrasi pendidikan Islam ?
2.    Apa dasar-dasar demokrasi pendidikan menurut Islam ?
3.    Apa saja pedoman pelaksanaan demokrasi pendidikan Islam ?
4.    Bagaimana bentuk-bentuk demokrasi pendidikan Islam ?
5.    Bagaimana demokratisasi dalam pendidikan Islam ?
C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini agar kita dapat mengetahui :
1.    Pengertian demokrasi pendidikan Islam
2.    Dasar-dasar demokrasi pendidikan menurut Islam
3.    Pedoman pelaksanaan demokrasi pendidikan Islam
4.    Bentuk-bentuk demokrasi pendidikan Islam
5.    Demokratisasi dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.                     A. DEMOKRASI PENDIDIKAN ISLAM
Terma demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan). Jadi, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan di tangan rakyat.[1] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai : “Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.[2] Ini merupakan definisi demokrasi yang bersifat umum.
Adapun beberapa tokoh yang berpendapat tentang demokrasi pendidikan, seperti yang dikutip oleh Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam :
1.Zaki Badawi berpendapat bahwa demokrasi adalah penetapan dasar-dasar kebijaksanaan dan persamaan terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama dan bahasa.
2. Vebrianto memberikan pendapat tentang hubungan antara demokrasi dan pendidikan, bahwasanya pendidikan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta didik mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.[3]
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan Islam merupakan suatu pandangan yang mengutamakan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama oleh tenaga kependidikan terhadap peserta didik dalam proses pendidikan Islam tanpa membedakan asal, jenis agama maupun yang lainnya.
B.   DASAR-DASAR DEMOKRASI PENDIDIKAN MENURUT ISLAM
Pada dasarnya Islam memberikan kebebasan kepada individu (anak didik) untuk mengembangkan nilai-nilai fitrah yang ada di dalam dirinya untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Islam juga memberikan petunjuk kepada para pendidik, sekaligus menghendaki agar mereka tidak mengekang kebebasan individu anak dalam mengembangkan potensi-potensinya yang dibawa sejak lahir. Sebagai acuan pemahaman demokrasi pendidikan Islam, tercermin pada beberapa hal yaitu :
1. Islam mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, sebagaimana hadits Nabi Saw., berikut ini :
      طلب العلم فريضة علي كلِّ مسلم و مسلمة
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”
        Hadits tersebut mencerminkan bahwa di dalam islam terdapat demokrasi pendidikan, dimana Islam tidak membedakan antara muslim laki-laki maupun perempuan dalam hal kewajiban dan hak menuntut ilmu.
2. Adanya keharusan bertanya kepada ahli ilmu, sebagaimana dalam Q.S Al-Nahl ayat  43 berikut ini :
         وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
 “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS.16:43)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa jika pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran menghadapi hal-hal yang kurang dipahami, maka perlu bertanya kepada ahli dalam bidangnya.[4]
C.    PEDOMAN PELAKSANAAN DEMOKRASI PENDIDIKAN ISLAM
Dalam kaitannya dalam demokrasi pendidikan Islam, ada beberapa pedoman tata krama dalam pelaksanaan demokrasi yang ditujukan bagi anak didik maupun pendidik, yaitu :
1.  Saling menghargai merupakan wujud dari perasaan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT.
2.  Penyampaian pengajaran harus dengan bahasa dan praktek yang berdasar atas kebaikan dan kebijaksanaan.
3.  Memperlakukan semua anak didik secara adil.
4.  Terjalinnya rasa kasih sayang antara pendidik dan anak didik.
5.  Tertanamnya pada jiwa pendidik dan anak didik akan kebutuhan, taufik dan hidayah Allah.[5]

D.    BENTUK-BENTUK DEMOKRASI PENDIDIKAN ISLAM
Adapun bentuk-bentuk demokrasi pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1.  Kebebasan bagi pendidik dan peserta didik, kebebasan di sini meliputi kebebasan berkarya, mengembangkan potensi dan berpendapat.
2.  Persamaan terhadap peserta didik dalam pendidikan Islam, peserta didik yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada perbedaan derajat atau martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari pendidik.
3.  Penghormatan akan martabat individu dalam pendidikan Islam, misalnya pendidik dalam memberikan ganjaran/ hukuman kepada peserta didik harus yang bersifat mendidik karena dengan cara demikian akan tercipta situasi dan kondisi yang demokratis dalam proses belajar mengajar.[6]  
E.     DEMOKRATISASI PENDIDIKAN ISLAM
Demokratisasi artinya proses menuju demokrasi. Demokratisasi pendidikan mengandung arti, proses menuju demokrasi di bidang pendidikan.[7]
Paulo Freire menyarankan bahwa untuk mencapai demokratisasi pendidikan, perlu diciptakan kebebasan interaksi  antara pendidik dan peserta didiknya dalam proses belajar di kelas. Dalam konteks tersebut, proses belajar harus didorong agar mengarah kepada suasana dialog yang sehat dan bertanggung jawab antar pendidik dan peserta didik. Interaksi pendidik dan peserta didik ini berlangsung dalam nuansa egaliter dan setara.
Di samping unsur kebebasan dalam berinteraksi, demokratisasi pendidikan juga mensyaratkan komunikasi yang dialogis dengan dua aspek yang inhern, yaitu :
1.  Komunikasi berlangsung ke segala arah, dan bukan hanya bersifat satu arah yaitu dari pendidik ke peserta didik(top-down).
2.  Arus komunikasi berlangsung secara seimbang, yakni antara pendidik dan peserta didik dan juga antar peserta didik.
Sehingga pada akhirnya, model komunikasi akan berlangsung secara tiga arah (pendidik-peserta didik-antar peserta didik), maka sumber belajar bukan hanya terletak pada pendidik melainkan juga peserta didik dan pengajaran tidak melulu bersifat top-down, namun perlu diimbangi dengan bottom-up.[8]
Pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan nasional diharapkan dapat ikut serta melakukan demokratisasi pendidikan. Sebab, dengan demokratisasi pendidikan proses pendidikan Islam dapat menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab dan turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat dan pandangan orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi terbiasa bergaul dengan rakyat, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakat.
Pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren dan lembaga-lembaga Islam lainnya dalam proses pembelajaran dapat melaksanakan demokratisasi pendidikan, sehingga mampu membawa peserta didik untuk dapat menghargai kemampuan dan kemajemukan teman dan guru atau menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Demokratisasi pendidikan dalam proses pembelajaran juga dapat ditempuh dengan mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan dunia sekarang yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik tanpa harus melupakan hari kemarin. Dengan demikian, proses demokratisasi pendidikan dan pendidikan Islam harus mampu mengakses, merespon dan mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan masyarakat, orang tua, peserta didik dan pasar sebagai pelanggan dan pengguna produk pendidikan. Sehingga, melalui demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidikan dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar.[9]
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.Pengertian demokrasi pendidikan Islam menurut Zaki Badawi adalah penetapan dasar-dasar kebijaksanaan dan persamaan terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama dan bahasa. Menurut Vebrianto memberikan pendapat tentang hubungan antara demokrasi dan pendidikan, bahwasanya pendidikan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta didik mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
2. Dasar-dasar demokrasi pendidikan menurut Islam adalah Islam mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, sebagaimana hadits Nabi Saw., berikut ini :
  طلب العلم فريضة علي كلِّ مسلم و مسلمة
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”
    Hadits tersebut mencerminkan bahwa di dalam islam terdapat demokrasi pendidikan, dimana Islam tidak membedakan antara muslim laki-laki maupun perempuan dalam hal kewajiban dan hak menuntut ilmu. Adanya keharusan bertanya kepada ahli ilmu, sebagaimana dalam Q.S Al-Nahl ayat  43 berikut ini :
 وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
 “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS.16:43)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa jika pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran menghadapi hal-hal yang kurang dipahami, maka perlu bertanya kepada ahli dalam bidangnya.
3.Pedoman pelaksanaan demokrasi pendidikan Islam adalah saling menghargai merupakan wujud dari perasaan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT, penyampaian pengajaran harus dengan bahasa dan praktek yang berdasar atas kebaikan dan kebijaksanaan, memperlakukan semua anak didik secara adil, terjalinnya rasa kasih sayang antara pendidik dan anak didik, tertanamnya pada jiwa pendidik dan anak didik akan kebutuhan, taufik dan hidayah Allah SWT.
4. Bentuk-bentuk demokrasi pendidikan Islam adalah kebebasan bagi pendidik dan peserta didik yang meliputi kebebasan berkarya, mengembangkan potensi dan berpendapat, persamaan derajat atau martabat terhadap peserta didik dalam pendidikan Islam, penghormatan akan martabat individu dalam pendidikan Islam.
5.  Demokratisasi dalam pendidikan Islam adalah dilaksanakan untuk dapat menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab dan turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat dan pandangan orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi terbiasa bergaul dengan rakyat, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakat. Proses demokratisasi pendidikan dan pendidikan Islam harus mampu mengakses, merespon dan mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan masyarakat, orang tua, peserta didik dan pasar sebagai pelanggan dan pengguna produk pendidikan. Sehingga, melalui demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidikan dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar
B.    Saran
Hendaknya demokrasi dalam pendidikan Islam tetap berpegang pada kaidah-kaidah yang bersumber dari  Al Qur'an dan hadis sehingga  akan terwujud proses kesetaraan antara pendidikan, pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar sesuai yang diajarkan dan dipraktikkan Nabi SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi dan Toto Suharto. Revitalisasi Pendidikan Islam. Jogyakarta : Tiara Wacaana. 2006.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1990.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers. 2009.
Huja’ir AH Sanaky. Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Jogyakarta : Syafiria Insania Pers. 2003.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia. 2002.
http://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/08/demokrasi-dalam-pendidikan-islam.html
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Sejarah Tentang Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger